SEKAR Edisi Maret 2025 | Akhir dari Riuhnya Angin Malam
← Kembali

SEKAR Edisi Maret 2025 | Akhir dari Riuhnya Angin Malam

Penulis: Nadila Aprilianti Tri Zikri

Tahun: 2025

Subjek: -

Abstrak/Deskripsi Singkat:
Apa yang tidak ada dari diriku? Mengapa sulit memilih untukku sendiri? Apakah aku mampu membuktikan ke semua orang? Beberapa pertanyaan itu selalu muncul dalam pikiran seorang gadis remaja yang jiwanya tertanam dalam ruangan hitam di kepalanya. Dinginnya malam selalu memecahkan kehangatan dalam tubuhnya, tangis yang bercucuran di pipinya membuat ia semakin larut dalam kedinginan. Berharap akan ada yang bisa menyelamatkannya, namun hal itu sangat mustahil. Tak kuasa ia menghangati jiwanya yang tak bisa keluar dari kegelapan.


Apa yang tidak ada dari diriku? Mengapa sulit memilih untukku sendiri? Apakah aku mampu membuktikan ke semua orang? Beberapa pertanyaan itu selalu muncul dalam pikiran seorang gadis remaja yang jiwanya tertanam dalam ruangan hitam di kepalanya. Dinginnya malam selalu memecahkan kehangatan dalam tubuhnya, tangis yang bercucuran di pipinya membuat ia semakin larut dalam kedinginan. Berharap akan ada yang bisa menyelamatkannya, namun hal itu sangat mustahil. Tak kuasa ia menghangati jiwanya yang tak bisa keluar dari kegelapan.

Perempuan remaja ini hanya bisa meratapi nasibnya, yang entah sampai kapan semua ini berakhir. Keluarga yang tak memihaknya, pertemanan yang memojokkannya, itu semua membuatnya semakin tak berdaya. Di dalam tubuh yang tidak berdaya, ia ingin semua yang membencinya dapat melindunginya dari kedinginan itu. 

Saat terik matahari menyinari bumi, terdapat seorang gadis remaja bernama Kia yang sedang mengalami masalah di tempat yang jarang dikunjungi oleh siswa sekolah, yaitu di gudang belakang sekolah. “Duhh sekarang udah ga nurut lagi ya, pake ga ngerjain tugas gue sekalian. Egois tau ga sih!!!!” ucap rekannya yang benci dengan Kia. Kia memberanikan diri untuk tidak mengerjakan tugas temannya yang bernama Asti, meskipun Kia dan Asti berteman sedari SD namun saat mereka menduduki bangku SMA, Asti pun mulai berubah, Asti jauh lebih nakal dan justru memanfaatkannya, “Sorry Asti aku kemarin gabisa ngerjain tugas mu karena aku sakit, bahkan tugasku sendiri saja juga belum aku kerjain” tegas Kia. “Aku ga peduli ya Kia, pokoknya harus selesai juga. Kamu ga inget kita dulu sering kemana-mana bareng? Kamu lupain semuanya?” ucap Asti yang tidak peduli dengan temannya itu. “Kamu harus bisa ngerjain tugas kamu sendiri Asti” jawab Kia dengan harapan Asti dapat memahami keadaannya, nyatanya hal itu tidak terjadi, Asti dengan kesal justru mendorong Kia dan menyiram Kia “Lu itu harus bantuin gue, kalo ga gue bakal cepuin ke mama lu. Hahahahaha” ancam Asti kepada Kia. Asti adalah satu-satunya teman Kia yang mengerti bagaimana keadaan keluarganya, Asti dipercaya oleh mamanya Kia untuk mengawasi Kia oleh karena itu Asti bisa saja mengancam Kia dengan mudah. Sebab Kia sangat takut dengan mamanya, menurutnya apabila ia melakukan kesalahan maka taruhannya pun nyawa. 

Setelah perselisihan itu Kia pun langsung menuju ke ruangan akademik untuk mendapatkan bimbingan, karena ia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti olimpiade biologi. Di dalam ruangan itu hanya satu gadis yang dekat dengan Kia yang saat ini menjadi sahabat seperjuangan, gadis itu bernama Laksma, ia adalah satu-satunya teman yang Kia punya saat ia menduduki bangku SMA. “Masih berani aja Kia ikut Olimpiade, lu kan kalah terus!” ejek teman-temannya di ruangan itu “Kalian ini apasih, kita kan sama-sama belajar dan berjuang buat banggain sekolah” bela Laksma yang tidak terima Kia direndahkan. Memang benar Kia sering mengikuti olimpiade akan tetapi nasibnya belum beruntung, Kia belum pernah sama sekali mendapatkan juara dibandingkan teman-temannya. Saat pembinaan sudah selesai Kia dan Laksma pulang bersama, mereka menuju halte bus yang sama, di perjalanan menuju bus mereka pun saling bertukar cerita “Kia kamu itu harus berani jangan mau terus-terusan direndahin, kamu itu berhak loh untuk membela diri kamu sendiri” ucap Laksma “Gimana ya, aku ngerasa omongan mereka itu benar kok, selama ini aku belum pernah mendapatkan juara olimpiade gak kayak kamu dan temen-temen lain. Lagian aku juga gamau kalau keadaan lebih ricuh lagi” jawab Kia dengan pasrahnya “Ya ga gitu, pokok intinya kamu gak boleh nyerah dan inget kalau kamu itu berarti banget. Kalau ada apa-apa cerita ya ke aku, kan kita sudah bestie” Laksma yang ceria itu memberikan semangat lagi untuk sahabatnya. 

Sesampainya Kia di rumah, ia pun langsung disambut oleh ibunya “Dasar perempuan nakal, kemana aja kamu baru pulang. Kamu gak lihat jam berapa ini?!!!” amarah ibunya menyambut kepulangan Kia, Kia pun spontan kaget sebab menurutnya ia tidak begitu terlambat untuk pulang ke rumah. “maaf buk, tadi kia lama nunggu bisnya” jawab Kia, “alah alasan terus, sekarang buruan ganti baju dan buruan datang ke kamar ibuk”. Semenjak ayah Kia pergi dari rumah dengan alasan bekerja di luar negeri, hingga sekarang ayahnya belum juga kembali, Ibu Kia selalu menyakiti Kia, melampiaskan segala hal yang terjadi padanya. Kia awalnya tak percaya Ibunya bisa secepat itu berubah, namun apa boleh buat Kia hanya bisa meratapi nasib atas kesengsaraan ini. Kia membuka pintu kamar ibunya dengan hati yang penuh dengan rasa takut, dan benar nyatanya Kia pun mendapati kekerasan fisik dari ibunya. Kali ini benar-benar badan Kia tidak kuat sebab hari ini ia sudah sangat lelah, di sekolah dan di rumah ia mendapatkan kekerasan fisik.

Malam hari selalu menemani kegelisahannya, menurutnya malam memiliki ketenangan akan tetapi juga menghanyutkan. Kedinginan malam membuat Kia menyerah dengan keadaannya, sampai di malam ini Kia memutuskan langkah baru yang ia tempuh “Halo Laksma, thanks ya buat ucapan tadi siang. Aku pengen kamu juga kuat, dan hal yang harus kamu tahu kalau orang baik akan selalu memiliki takdir yang baik,” ucap Kia saat menelepon Laksma sahabatnya “Heii, are you ok? Makasih ya Kia, aku pengen kita berjuang bareng-bareng di keadaan kita saat ini,” jawab Laksma “maaf Laksma, aku tutup dulu ya” ucapan terakhir Kia sebelum menghembuskan napas terakhirnya. 

            Kia meninggal karena kehendak dirinya sendiri, meninggalnya Kia membuat Ibu Kia menyesal dan justru menjadi seseorang yang kehilangan arah. Tidak hanya ibu Kia, namun Laksma juga menyesal bahwa ia merasa belum menjadi sahabat terbaik bagi Kia, sahabat yang dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi, Laksma mengetahui banyaknya luka di tubuh Kia namun ketika ia tanya kepada Kia, dia selalu menjawab terbentur karena tidurnya yang tidak pernah diam. Tak ada yang bisa kuat dengan sengsaranya hidup, namun hak untuk hidup yang kita punya juga harus ditegaskan dalam kehidupan manusia.


Maret 26, 2025